Author : UnknownTidak ada komentar
Arsitektur adalah suatu ekspresi yang paling tinggi dari alam pikiran sesorang yakni semangatnya, kemanusiaannya, kesetiaannya dan keyakinannya”. Ungkapan di atas, adalah isi manifesto bersama yang dibuat oleh Walter Gropius,
Bruno Taut dan Adolf Behne yang disebarluaskan di dalam suatu pameran karya arsitek-arsitek yang belum terkenal pada saat di Berlin pada tahun 1919. Arsitektur Yunani Klasik mempunyai dasar prinsip yang dikenal dengan istilah “figure & ground”, mirip seperti yang ditampilkan arsitek-arsitek Romantis di Eropa Barat seabad yang lalu. Teknik seperti ini menampilkan karya-karya arsitektur dan lingkungan alamnya secara hablur dan menyatu, yang sering juga dikenal dengan istilah “picturesque” atau tampil seperti layaknya sebuah lukisan. Jadi, jauh sebelum ilmu Psikologi lahir dan dikenal sebagai suatu disiplin ilmu, aspeknya (psikologi) telah digunakan manusia dalam menciptakan karya arsitektur ataupun berkarya seni.
Michelangelo, Piazza del Campidoglio, Roma, 1540 |
Di jaman renaisance di awal abad XVI , disaat eksisnya para perupa-perupa fenomenal seperti Leonardo Da Vinci, Michelangelo, Bramante dan Raphael, aspek inipun kental dipakai dalam berkarya. Bramante tampil menjadi pioner dengan mengajukan konsep pelukisan berdasarkan pada teknik ‘perspektif’. Teknik dan konsep ini kemudian dianggap sebagai dasar wujud dari “ruang” dalam arsitektur. Dalam psikologi ungkapan “ruang” tersebut , dikenal dengan istilah “depih” yang berarti “kedalaman”. Michelangelo seorang seniman temperamental dan merupakan salah seorang arsitek terbesar di masa renaisance ini, dalam beberapa karyanya sukses menampilkan konsep-konsep, baik karya dia sebagai perupa maupun sebagai arsitek dengan menampilkan teknik teknik ‘perspektif’ ini dengan sempurna.
Puncak pemakaian aspek psikologi dalam perancangan arsitektur klasik justru terjadi di masa arsitektur Baroque pada abad XIX. Padahal, oleh banyak kritisi, masa arsitektur Baroque ini sering dianggap sebagai jamannya kekacauan disain arsitektur. Arsitektur Art Nouveau yang muncul kemudian di Eropa, meneruskannya di awal-awal abad XX.
Carlo Fontanz - St Marcello, Roma (Arsitektur Baroque) – 1682 |
Di masa munculnya Arsitektur Modern, pemakaian psikologi pada arsitektur semakin menunjukkan peningkatan, hal ini terlihat dengan munculnya persepsi ‘Gestalt’. Dua arsitek pada masa ini, Le Corbusier dan Walter Gropius pernah mengungkapkan pernyataan yang bisa dianggap mengindikasikan akan adanya pemakaian aspek psikologis dalam konsep-konsep perancangan mereka.
Walter Gropius dalam buku “The Theory andOrganization of the Bauhauss“ menyampaikan pendapatnya yaitu : “Setiap bentuk adalah perwujudan ide, setiap karya adalah manifestasi dari pikiran-pikiran pribadi kita. Tetapi, hanya karya yang merupakan hasil dari ekspresi pribadi yang bisa mempunyai arti spiritual” Vitruvius mengungkapkan bahwa sebuah bangunan akan berbeda tampilan dan kesannya bila dilihat dari jarak-jarak yang berlainan, baik dari sisi interior maupun eksteriornya
Ini mengindikasikan bahwa pandangan - pandangan yang
memperlihatkan peranan psikologi dalam karya-karya arsitektur secara tertulis
sudah ditemui sejak awal. Dalam periode kontemporer, karya-karya arsitektur Post Modern oleh Charles Jencks, walaupun banyak kritikus berpendapat bahwa karya jenis ini banyak dipengaruhi oleh unsur linguistik, juga menggunakan unsur-unsur pengetahuan yang didapat dari disiplin psikologi dalam perancangannya.
memperlihatkan peranan psikologi dalam karya-karya arsitektur secara tertulis
sudah ditemui sejak awal. Dalam periode kontemporer, karya-karya arsitektur Post Modern oleh Charles Jencks, walaupun banyak kritikus berpendapat bahwa karya jenis ini banyak dipengaruhi oleh unsur linguistik, juga menggunakan unsur-unsur pengetahuan yang didapat dari disiplin psikologi dalam perancangannya.
Salomon de Brasse, St Gervais, Paris (Arsitektur Baroque) - 1616 |
Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mandiri, telah berkembang dalam beberapa spesialisasi yang spesifik pula. Di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, psikologi lingkungan, salah satu spesialisasi dalam disiplin ilmu Psikologi, dikembangkan. Hal ini muncul dari suatu upaya untuk meneliti rancangan ruangan yang dikhususkan untuk para pasien penyakit jiwa di salah satu rumah sakit umum. Dari sini spesialisasi ini berkembang pesat baik dari sisi objek penelitiannya yaitu lingkungan maupun subjek manusia.
Dewasa ini psikologi lingkungan mengemukakan dua topik utama yang banyak dibahas, yaitu mengenai lingkungan fisik, khususnya yang berkaitan dengan penurunan kualitas fisik serta timbulnya gangguan terhadap perilaku dan angguan terhadap keseimbangan alamiah akibat intervensi manusia melalui pembangunan fisik. Sering ditemui kasus-kasus penurunan kualitas lingkungan yang dakibatkan oleh pembangunan.
Bila dihubungkan dengan pembahasan di awal, di mana unsur psikologis selalu dimasukkan dalam perancangan karya-karya arsitektur, timbul pertanyaan, kenapa hal itu bisa terjadi?. Dan benarkah hal ini disebabkan oleh terjadinya penyelewengan arsitektur?.
Banyak yang menyatakan bahwa indikasi yang menyebabkan terjadinya kesalahan-kesalahan di atas adalah munculnya pemikiran tentang ide fungsionalisme yang lahir dan berkembang pesat di awal abad ini.
Antonio Gaudi Casa Mila, Bercelona (Arsitektur Art Nouveau) - 1905 |
Pemikiran fungsionalisme ini bisa dikatakan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan abad sembilan belas, yang dipelopori oleh para naturalis. Charles Darwin, seorang ilmuan genetika dengan teori evolusinya yang fenomenal adalah salah seorang di antaranya. Paham fungsionalisme ini menilai suatu keberhasilan berdasarkan kemampuan suatu objek memenuhi tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya.
Dalam bidang arsitektur, konsep fungsionalisme ini ditandai dengan konsep arsitektur Eugene Emmanuel Viollete le Duc, seorang arsitek Prancis. Ia mengatakan bahwa para arsitek abad XII dan XIII yang membuat plafon Nave (ruang tengah gereja) yang sangat tinggi, adalah bukan karena murni keinginan simbolis, tetapi semata-mata agar bisa mendapatkan udara dan cahaya agar tidak gelap dan lembab
Denah Arsitektur |
Nave Gereja St Sernin |
Gereja St Sernin, Toulouse Prancis (Ars. Romanesque) - 1080 |
Kemudian seorang arsitek Amerika, Luis Sulivan mengeluarkan semboyan “form follows function”-nya yang terkenal. “International Style’ adalah paham yang lahir kemudian dan meneruskan ide-ide ini. Pada masa periode kontemporer, pengaruh fungsionalisme ini diungkapkan dengan istilah “productivism”
Ada dua unsur penting pembentuk paham arsitektur “fungsionalis”, yaitu ‘rasionalisasi’ dan ‘standarisasi’, dimana unsur-unsur komponen arsitektur dibuat mengikuti sistem organisasi benda-benda alam dan tiruannya yang dibuat oleh manusia melalui sistem produksi mesin.
Bila ditelusuri sejarah arsitektur moderen, ada dua peristiwa penting yang dapat dianggap menandai dominasi paham fungsionalisme ini. Pertama adalah peristiwa pameran Arsitektur Moderen di New York pada tahun 1992. Pada peristiwa pameran ini, pertama sekali dimunculkan istilah “International Syle” untuk karya-karya arsitektur periode tahun 1920-an. Istilah ini sendiri pertama sekali diusulkan oleh Henry Russel Hitchcoock dan Philip Johnson yang pada saat itu bertindaksebagai penyelenggara pameran arsitektur tersebut.
Karya-karya ‘International Style’ oleh para kritikus dianggap sebagai penerus dari karya-karya arsitektur Gothic dalam hal logika struktur bangunannya serta arsitektur renaisance dalam hal konsistensi aturan-aturan perancangannya. Prinsip dasar desainnya adalah volumetris, teratur dan anti ornamen. Unsur psikologi sama sekali tidak terlihat dan dimasukkan dalam prinsip dasar perancangannya.
Mies vd Rohe, Seagram Building, New York (International Style) - 1954 |
Philip Johson, AT @ T Building, New York (New International Style) - 1978 |
Artikel Terkait
Posted On : Minggu, 17 November 2013Time : 10.52